Sekitar sebulan setengah yang lalu, di gereja saya ada program yang namanya XL Project, Extraordinary Love Project; sebuah program yang terinspirasi dari
Project Olaf.
Jadi begini ceritanya, The XL project adalah proyek kepedulian terhadap anak-anak penderita kanker, terutama yang berada di yayasan anak kanker Rumah Kita di Salemba. Anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu ini usianya masih kecil, yang paling besar saja baru berumur 12 tahun, tetapi mereka sudah menderita kanker dan menghabiskan hari-harinya dengan perawatan dan pengobatan. Rata-rata mereka berasal dari daerah dan datang ke Jakarta untuk berobat, dan Rumah Kita inilah yang menjadi semacam 'rumah singgah' untuk mereka selama berobat di Jakarta.
Inti dari program ini adalah untuk mengajak jemaat pemuda gereja saya untuk peduli dan mendoakan mereka. Caranya dengan menjadi host parent dari sebuah boneka yang nantinya akan diberikan kepada anak di Rumah Kita tersebut. Kepada setiap jemaat yang berpartisipasi akan diberikan sebuah boneka yang melambangkan seorang anak penderita kanker, dan 'tugas'nya adalah untuk mengajak boneka itu beraktifitas sehari-hari dengan harapan mereka akan selalu mengingat dan membawa dalam doa si anak penderita kanker tersebut. Nantinya boneka ini akan diberikan langsung kepada anak yang bersangkutan, beserta foto-foto selama boneka ini bersama si host parent, dan juga hadiah-hadiah kecil dari si host parent.
Ada 20 orang anak yang terdaftar di Rumah Kita saat itu, jadi ada 20 orang jemaat pemuda yang secara sukarela bersedia menjadi host parent dari boneka itu selama sebulan. Jadilah selama sebulan, setiap hari minggu ada aja yang bawa-bawa boneka itu ke gereja, tentu aja untuk foto-foto. Selama sebulan itu juga banyak yang mengganti profile picture di media sosialnya dengan foto bersama si boneka. Dan saya adalah salah satu peserta dari The XL Project.
Karena jumlah peminat host parent yang cukup banyak, saya kebagian jadi host parent berdua dengan temen saya,
Agnes. Saya dapet boneka beruang dengan tag nama Dodi, artinya nama anak penderita kanker yang saya doakan bernama Dodi dan berumur 12 tahun. Ini dia si Dodi
Saya belum pernah ketemu Dodi, jadi saya ga tau anaknya seperti apa. Yang saya tau Dodi ini menderita leukimia. Kasian ya, masih kecil udah sakit leukimia. Anyway, jadilah selama sebulan saya dan Agnes bergantian jadi host parent si "Dodi", ajak jalan-jalan, foto-foto, dan ga lupa mendoakan si Dodi. Ini dia sebagian foto-fotonya.
Setelah sebulan lewat, bonekapun dikumpulkan, dan pengurus mengajak teman-teman yang udah berpartisipasi buat ikutan ke Rumah Kita untuk ngasih boneka beserta kado-kadonya dan bertemu langsung dengan anak-anaknya. Awalnya saya males ikut, dan tadinya memang ga bisa juga karena ada acara. Tapi ternyata acara saya batal dan akhirnya saya bisa ikut ke Rumah kita.
Jujur saya ga tau seperti apa anak-anak yang akan saya temui disana, yang terlintas di benak saya adalah anak-anak yang lesu dan pucat karena sakit, dan ga bisa banyak beraktifitas. Tapi ternyata saya salah.
Begitu kami datang, kami disambut dengan sekumpulan anak kecil yang ceria. Mereka tampak excited melihat ada kakak-kakak yang berkunjung, dengan senyum setengah malu-malu mereka menyapa kami, tapi saya bisa melihat binar-binar semangat di mata mereka. Kondisi fisik mereka memang terlihat lebih lemah, cenderung kurus, ada yang memakai perban disini dan disana, ada beberapa yang terlihat lemas,ada yang terlihat kesakitan dan menangis, tapi di luar itu mereka adalah anak-anak ceria yang penuh semangat. (sayang saya ga punya foto-foto mereka, you should look at them and you'll understand what i mean)
Kakak-kakak pengurus Rumah Kita membimbing mereka untuk menyapa kami, dan meminta mereka menyanyikan lagu untuk kami. Salah satu lagu yang mereka nyanyikan adalah lagu tema mereka, yaitu lagu D Massive yang judulnya Jangan Menyerah. Oh man, mata saya langsung berkaca-kaca mendengar mereka nyanyi lagu itu dengan polos; saya jadi bertanya-tanya, apakah mereka sadar tentang penyakit mereka sebenernya, karena mereka bisa nyanyi lagu itu dengan benar-benar polos, dengan ceria, dan benar-benar menghayati kata demi kata. Mereka bisa tetap tersenyum bahkan tertawa lepas walaupun dengan kondisi tubuh yang lemah seperti itu, mereka dengan semangat mengajak kami bermain dan bercanda, seperti selayaknya anak-anak kecil lainnya. Sungguh, saya benar-benar terharu melihat mereka.
Dan tibalah saat untuk membagikan boneka dan kado. Jadi, setiap boneka dan kado lengkap dengan foto dan surat untuk si anak sudah dimasukkan ke dalam sebuah kantong karton yang sudah dinamai, untuk memudahkan pembagian. Tapi ternyata data awal yang panitia dapat dari pengurus Rumah Kita berbeda dengan data yang ada hari itu. Berbeda, karena itu rumah singgah, jadi anak-anaknya berdatangan dan pergi. Dan rotasinya ternyata cepat, karena dalam waktu sebulan saja sudah bisa berubah banyak. Ada anak-anak yang sudah pulang ke daerah asalnya, ada yang lagi ada di rumah sakit, dan ada juga yang sudah meninggal. Ya, sudah meninggal. Dan siapa yang meninggal?
Dodi ternyata baru saja meninggal seminggu yang lalu. Selain Dodi ada juga Sara yang sudah meninggal. Begitu tau kalau Dodi sudah meninggal, saya seakan shocked, sedih, merasa yang telah saya lakukan sebulan ini sia-sia. Memang boneka dan kado untuk Dodi akhirnya dialihkan untuk anak lain yang belum terdaftar namanya, tapi tetap saja saya sedih; sedih karena kehilangan seseorang yang bahkan belum sempat saya kenalan secara langsung. Sedih, karena dia pergi dalam usia begitu muda. Yah, memang dari awal ketika bertemu langsung dengan anak-anak itu dan tidak menemukan nama Dodi disana (setiap anak disitu pake name tag btw), terlintas pikiran bahwa Dodi sudah tidak ada. Dan ketika benar mendengar kalau Dodi sudah meninggal, tetap saja saya kaget dan sedih. Oh man...
Begitu boneka dan kado diberikan, mereka terlihat sangat senang. Ada juga yang kecewa karena ga dapet kado seperti yang dia pengen, tapi overall semua tampak senang. Berkali-kali minta difoto, dan beberapa malah lengket dengan teman-teman kami. Ikut senang rasanya melihat anak-anak itu gembira.
Seorang teman cerita, dia ngobrol dengan salah satu ibu tinggal sementara di Rumah Kita itu. Ketika ditanya anaknya umur berapa, si ibu menjawab, "Bulan depan dia bakal berumur 4 tahun, tapi itupun kalo nyampe". Kami sangat miris mendengar jawaban si ibu, dan saya jadi sadar, kalau saya berkunjung kembali kesana sebulan kemudian, belum tentu anak-anak yang saya temui waktu itu masih ada, bisa saja itu menjadi pertemuan yang pertama dan terkahir bagi kami.
Saya jadi merasa kalau masalah-masalah saya ga ada apa-apanya dengan permasalahan hidup dan mati yang dihadapi orangtua dan anak-anak itu setiap harinya. Saya jadi merasa sangat tak bersyukur dengan berkat Tuhan yang sudah diberikan kepada saya. Saya jadi merasa 'bodoh' karena mengkhawatirkan hal-hal kecil yang terjadi dalam hidup saya. Sungguh, seharusnya saya lebih banyak melihat ke bawah daripada ke atas, dan saya akan lebih banyak bersyukur karena banyak orang yang hidup lebih susah dan menderita dari saya.
Thanks to kubik Gunsa, saya jadi belajar bahwa banyak orang yang ga seberuntung saya
Thanks to Rumah Kita, saya belajar banyak dari senyuman dan tawa riang kalian, saya belajar banyak dari ketegaran dan ketabahan kalian dalam menjalani hidupThanks to Dodi dan Sara, saya belajar untuk lebih menghargai hidup dan waktu yang saya miliki dengan orang-orang yang saya sayangi
Thanks to You, for making this happened. For giving me such a blessed experience and for giving me so much blessing in my life.